Bikin tato sebelum atau sesudah liburan
Setelah tato dibuat, diperlukan proses penyembuhan dan perawatan supaya tato menyerap dengan baik di kulit.
Klien biasanya disarankan menghindarkan tatonya dari sinar matahari dan tidak berolahraga atau berenang selama dua minggu untuk proses penyembuhan.
Karena alasan itulah rencanakan pembuatan tato jauh-jauh hari sebelum atau setelah liburan agar kulit tidak mengalami infeksi setelah ditato.
Proses pengerjaan tato yang tidak sebentar dapat menyebabkan rasa haus, lelah, dan muncul keinginan buang air kecil.
Ketika hal-hal tersebut terjadi, tak ada salahnya meminta jeda kepada seniman tato.
Mereka pasti memahami kondisi-kondisi tersebut.
Baca juga: 10 Kesalahan yang Sering Dilakukan Orang-orang Saat Membuat Tato Kecil
Tidak disarankan untuk membuat tato dalam keadaan sakit, apalagi sedang mabuk atau hangover.
Pasalnya, tubuh yang sakit menyebabkan proses penyembuhan menjadi lebih lama.
Selain itu, mengonsumsi alkohol dapat mengencerkan darah.
Jika klien datang dalam keadaan mabuk, kondisi ini berisiko menyebabkan pendarahan berlebih.
Jika sampai terjadi, pendarahan tentunya membahayakan proses penyembuhan dan hasil akhir tato.
Konsultasi sebelum menggunakan krim antirasa sakit
Membuat tato pertama kali bisa terasa menegangkan.
Tak heran, sebagian orang memilih menggunakan krim antirasa sakit.
Tapi, bicarakan dulu dengan seniman artis sebelum menggunakan krim antirasa sakit.
Baca juga: Bahaya Tersembunyi di Balik Tinta Tato
Pasalnya, krim topikal tersebut membuat kulit menjadi kenyal sehingga lebih sulit untuk ditato dan disembuhkan.
Jangan ''copas'' desain tato
Sebagian orang tertarik membuat tato karena kepincut desain tato yang dimiliki orang lain.
Tapi, keinginan ini ada baiknya dihindari. Kenapa?
Sebab, meniru desain tato yang dimiliki orang lain sama saja dengan mencuri karya seni.
Hal itu pastinya membuat kesal sebagian seniman tato yang menghabiskan waktu berjam-jam untuk merancang desain tato untuk kliennya.
Jadi, selain mencari desain tato yang cocok, usahakan desain tato yang diajukan orisinal untuk menghormati seniman tato lain.
Kalau pun klien tertarik dengan desain tato yang dimiliki orang lain, jadikan saja sebagai referensi, bukan untuk ditiru.
Makan dulu sebelum ditato
Pastikan untuk makan beberapa jam sebelum janji temu.
Baca juga: Kisah Matt Gone, Pria Asal AS yang Punya 848 Tato Kotak di Tubuhnya
Membuat tato saat perut kosong bisa membuat klien tepar, pusing, atau mual.
Makan makanan kaya protein dan minum banyak air akan membantu menenangkan saraf dan membuat tubuh bersemangat.
Ketergantungan manusia modern pada narkoba dan alkohol memunculkan dugaan mungkin mabuk-mabukan adalah tradisi kuno, bahkan sejak masa prasejarah. Dua hal itu bahkan mungkin mendorong tumbuhnya suatu peradaban.
“Minum dapat membantu orang bersosialisasi, mengubah perspektif, mendorong kreativitas, dan kafein membuat kita produktif,” catat laman Phys.
Kemungkinan lain bisa jadi zat psikoaktif dikembangkan sebagai respons terhadap penyakit peradaban. Masyarakat besar menciptakan masalah besar, seperti perang, wabah penyakit, ketidaksetaraan dalam kekayaan dan kekuasaan.
“Mungkin ketika orang tidak dapat mengubah keadaan mereka, mereka memutuskan untuk mengubah pikiran mereka,” lanjut laman itu.
Sayangnya, menelusuri asal-usul kapan manusia membutuhkan narkoba sebagai pengalih pikiran tak mudah. Hanya sedikit bukti arkeologi yang bisa menunjukkan penggunaan narkoba pada masa prasejarah.
Benih ganja muncul di dalam penggalian arkeologi di Asia dan diketahui usianya 8.100 SM. Data arkeologi pun menunjukkan opium pertama kali digunakan di Eropa pada 5.700 SM. Sejarawan Yunani Kuno Herodotus melaporkan orang Skit mulai kecanduan gulma pada 450 SM.
“Orang-orang menemukan opium dari bunga popi di Mediterania, ganja dan teh di Asia,” tulis Phys.
Namun, bisa jadi leluhur manusia sudah bereksperimen dengan zat adiktif sebelum dibuktikan data arkeologis. Batu dan tembikar terawetkan dengan baik, tetapi tanaman dan bahan kimia cepat membusuk.
Sejauh ini bukti arkeologi menunjukkan penemuan dan penggunaan intensif zat psikoaktif kebanyakan berasal dari masa revolusi neolitik pada 10.000 SM. Itu saat manusia telah menemukan cara bertani dan hidup menetap.
Baca juga: Asal-Usul Kopi
Secara historis zat psikoaktif telah digunakan oleh pendeta dalam upacara keagamaan. Sebagaimana menurut Marc-Antoine Crocq, ahli psikiatri Prancis, dalam “Historical and Cultural Aspects of Man’s Relationship with Addictive Drugs” jurnal Dialogues Clin Neurosci. 2007 Dec; 9(4), manusia pada awalnya mungkin menemukan efek psikoaktif dari beberapa tanaman melalui hewan ternak mereka.
“Tradisi mengatakan bahwa para pendeta Ethiopia mulai memanggang dan merebus biji kopi agar tetap terjaga sepanjang malam untuk berdoa. Itu setelah seorang gembala memperhatikan bagaimana kambingnya bermain-main setelah makan di semak-semak kopi,” tulis Crocq.
Lalu ada jamur Amanita muscaria yang mengandung zat halusinogen. Jamur ini, menurut Crocq, telah digunakan dalam ritual keagamaan di Asia Tengah setidaknya selama 4.000 tahun. Amanita muscaria memiliki makna religius di India kuno.
“Anak-anak [modern] mengenal jamur merah dengan bintik putih yang indah ini dari ilustrasi dongeng dan kartu Natal,” jelasnya.
Sementara di Amerika, penduduk aslinya telah mengenal efek dari kaktus peyote, kaktus san pedro, morning glory, datura, salvia, anadenanthera, ayahuasca, dan lebih dari 20 spesies jamur psikoaktif. Pernah ada temuan berupa sisa buah kaktus peyote berbentuk kancing berusia 4.000 SM menurut penanggalan karbon. Penduduk asli di Meksiko pra-Columbus dan juga Navajo di barat daya Amerika Serikat, menggunakan kaktus peyote (Lophophora williamsii) untuk memicu keadaan introspeksi spiritual. Kaktus ini mengandung efek psikoaktif, terutama mescaline.
Temuan patung berbentuk jamur dari Meksiko mengisyaratkan penggunaan jamur jenis psilocybe pada 500 SM. Jamur ini diketahui mengandung zat halusinogen.
Opium dari bunga popi oleh bangsa Sumeria pada akhir milenium ke-3 SM disebut dengan istilah “gil”, artinya kegembiraan.
Biji-bijian dari bunga popi juga dipercaya menjadi obat untuk mencegah tangisan berlebihan pada anak-anak. Ini terbaca dalam Papirus Ebers dari sekira 1500 SM, salah satu dokumen medis tertua umat manusia. Pertama-tama biji popi disaring menjadi bubur dan diberikan kepada pasien selama empat hari berturut-turut.
Stewart Ross dalam The First of Everything: a Celebration of Human Invention mencatat, Paracelsus (1493–1541), alkimiawan dari Swiss, adalah yang pertama kali meresepkan laudanum atau ekstrak alkohol dari opium pada 1525. Resep ini untuk obat pereda nyeri.
Pada abad ke-19, laudanum secara luas digunakan pada orang dewasa dan anak-anak. Mereka memakainya untuk berbagai penyakit, seperti insomnia, penyakit jantung, dan infeksi.
“Kelas pekerja sebagian besar mengonsumsi laudanum karena lebih murah daripada gin atau anggur, karena lolos dari pajak,” jelas Ross.
Morfin pertama kali digunakan oleh ahli kimia Jerman, Friedrich Serturner pada sekira 1804. Tiga tahun kemudian morfin mulai dijual.
Sementara ahli bedah China, Hua Tuo (sekira 140–208 M) mendapat kredit atas penggunaan pertama kali ganja sebagai obat bius. “Meskipun orang Mesir hampir pasti menggunakannya sebelum ini,” tulis Ross.
Orang-orang asli Amerika juga menemukan cara menghirup tembakau dan halusinogen melalui hidung. “Mereka adalah orang pertama yang menghirup narkoba, praktik yang kemudian dipinjam orang Eropa,” tulis laman Phys.
Crocq berpendapat, persoalan kehilangan kendali dan penyalahgunaan zat-zat adiktif mulai menjadi bahan diskusi pada abad ke-17. Isu-isu yang diperdebatkan seperti apakah kecanduan itu dosa atau penyakit, sehingga mana yang perlu dilakukan, pengobatan moral atau medis? Didiskusikan pula soal apakah pemakaian zat adiktif ini berkaitan dengan kerentanan dan psikologi seseorang. Diperdebatkan juga apakah zat ini harus diatur penjualannya atau tetap bisa diperjualbelikan secara bebas.
Baca juga: Candu untuk Revolusi Indonesia
Pada awal abad ke-20, ensiklopedia di negara-negara Barat masih menyatakan bahwa orang dengan kesehatan mental dan fisik yang baik dapat menggunakan opium tanpa risiko ketergantungan.
Namun, opium adalah contoh dari zat yang pola penggunaannya berubah pada beberapa abad terakhir. Dari obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dan anestesi menjadi zat yang terkait dengan penyalahgunaan dan ketergantungan.
Sama halnya dengan metode fermentasi gandum yang mengandung pati untuk kemudian menghasilkan bir dengan kandungan alkohol sekira 5 persen. Proses fermentasi yang sama dengan anggur menghasilkan kandungan alkohol hingga 14 persen. “Orang bisa minum alkohol dengan kekuatan 50 persen dan lebih, membuatnya lebih mudah untuk mabuk,” lanjut Crocq. “Demikian pula rokok yang memungkinkan nikotin dapat diserap dengan cepat.”
Pada era kolonial, revolusi industri, dan perdagangan internasional, kecanduan menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Pada abad ke-18, potensi kecanduan opium diakui ketika sejumlah besar orang Tiongkok menjadi kecanduan. Pemerintah Tiongkok berusaha menekan penjualan dan penggunaannya.
Baca juga: Bisnis Candu Kompeni Belanda
Di Eropa, kelas pekerja terancam pula oleh kecanduan alkohol. Emil Kraepelin, psikiater Jerman yang berpengaruh besar pada pembentukan psikiatri modern, menjadi salah satu yang memerangi alkohol. Dia menerbitkan data psikometrik pertama tentang pengaruh teh dan alkohol pada awal 1890-an. Sebagai hasil dari penelitiannya, dia sampai pada kesimpulan bahwa kecanduan alkohol kronis memicu lesi otak kortikal yang menyebabkan penurunan kognitif permanen.
Sigmund Freud, ahli ilmu saraf yang sezaman dengan Kraepelin, kemudian melakukan pendekatan psikologis terhadap efek kecanduan. Konsekuensinya, kecanduan alkohol, opiat, dan bahkan perjudian telah dikelompokkan bersama di bawah penyebutan yang sama. Namun, itu dianggap sebagai ekspresi berbeda dari satu sindrom kecanduan yang mendasarinya.
“Menariknya, Al-Qur’an memperingatkan soal anggur (khamr) dan perjudian (maisir) dalam surat yang sama (Al-Baqarah: 219),” jelas Crocq.
Demikianlah orang-orang terdahulu menyempurnakan psikotropika menjadi lebih kuat. Lalu membuat efek yang lebih cepat. “Berujung pada penyalahgunaan,” tulis Crocq.
Terjadi kesalahan. Tunggu sebentar dan coba lagi.
Cari cara mengusir kebosanan
Proses pengerjaan tato biasanya memakan waktu beberapa menit bahkan jam -bergantung pada desain tato yang diinginkan klien.
Oleh sebab itu, klien sebaiknya mencari cara untuk mengusir rasa bosan mereka.
Misalnya, menonton drama di smartphone atau mendengarkan musik.
Cara lainnya adalah mengajak teman untuk mendampingi supaya mereka bisa diajak ngobrol selama proses pengerjaan tato.
Ingatlah bahwa tato bersifat permanen.
Meski tato kini bisa dihapus, cara menghilangkan tato tidaklah mudah dan memakan banyak biaya.
Jadi, bersikaplah lapang dada dan jangan kecewa apabila tato yang sudah dibuat tidak sesuai keinginan.
Baca juga: 23 Inspirasi Tato untuk Wanita, Cocok untuk di Tangan hingga Punggung
Supaya tato yang dipatrikan ke kulit sesuai kata hati, bicarakan matang-matang dengan seniman artis sebelum mereka membuatnya.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah mencari seniman tato yang dapat dipercaya supaya hasilnya sesuai ekspektasi.
KOMPAS.com - Jumlah peminat tato terbilang besar. Kian banyak orang yang tak ragu untuk merajah kulitnya demi tato yang didambakan.
Tapi, ada beberapa hal yang wajib diperhatikan sebelum membuat tato pertama kali.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (Perdoski), tato adalah seni melukis kulit dengan cara memasukkan tinta ke lapisan kulit.
Seniman tato membuat tato berdasar permintaan klien dan biasanya tidak melibatkan anestesi selama proses pengerjaan, sehinggan menimbulkan rasa sakit.
Baca juga: 6 Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Membuat Tato Warna
Meski memberikan kesan yang menarik pada bagian tubuh tertentu, tato ternyata mendatangkan berbagai risiko jika klien tidak berhati-hati.
Supaya kemungkinan buruk akibat tato tidak terjadi, luangkan waktu untuk memperhatikan hal-hal berikut ini sebelum membuat tato pertama kali, seperti dikutip dari laman Insider.
Jika diibaratkan lukisan, kulit adalah "kanvas" ketika membuat tato. Karena alasan ini, kulit perlu dipersiapkan sebelum tato dibuat.
Kulit sebaiknya dijaga kondisinya supaya halus dan terhidrasi supaya tinta yang dimasukkan lebih mudah menyerap.
Hal tersebut bermanfaat bagi klien lantaran proses penyembuhan setelah tato berjalan lebih cepat.
Cara untuk mempersiapkan kulit, salah satunya adalah melembapkan area yang ingin ditato sebelum janji temu dengan seniman tato.
Baca juga: Bahaya Tersembunyi di Balik Tinta Tato
Setidaknya, kulit dilembapkan selama beberapa minggu dengan dibarengi minum air putih yang banyak.